Selasa, 28 Juli 2015

Analisis kadar abu



Iis Sa’diah

PENENTUAN KADAR ABU PADA BAHAN PANGAN

ABSTRAK
Pengujian kadar abu merupakan hal yang sangat penting pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya suatu bahan pangan untuk di konsumsi ataupun diolah oleh masyarakat. Pengabuan juga dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan dan parameter nilai gizi pada bahan makanan. Pengabuan pada bahan pangan dapat dilakukan dengan analisa kadar abu menggunakan metode kering. Analisa kadar abu dengan metode kering dilakukan dengan mendestruksi komponen organik bahan dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 5000-6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu bahan. Sampel yang digunakan pada uji kadar abu yaitu jambu, pisang, buncis, cabai, pepaya, mangga, jambu dan melon. Hasil pengamatan, diketahui cabai A memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 1,29%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada mangga B yaitu sekitar 0,23%. Faktor yang menyebabkan perbedaan pada analisis kadar abu dengan sampel yang sama disebabkan karena beberapa faktor seperti suhu dan waktu pengabuan. Selain itu, proses pengabuan yang kurang lama menyebabkan warna abu yang kurang sempurna atau masih ada warna hitam pada abu sehingga menyebabkan hasil yang didapatkan kurang optimal. Kadar abu yang didapatkan dari hasil percobaan merupakan jumlah mineral yang terkandung dalam sampel.

Kata Kunci : Pengabuan, Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering.

ABSTRACT
Testing the levels of ash is a very important thing at some foodstuffs to find out whether or not a good food for consumption or processed by the community. Pengabuan is also done to determine the amount of mineral contained in foodstuffs and nutritional value of parameter on groceries. Pengabuan on groceries can be done by using the method of gray level analysis dry. Analysis of the levels of gray with dried method do with the organic components of mendestruksi material with high temperature in a furnace (furnace) pengabuan, without going on the flame to form white keabuan gray and heavy fixed (constant) is reached. The oxygen contained in the air acts as an oxidizing agent. The oxidation of the organic component is done at a high temperature of 5000-6000C. The residue is weighed and left total ash of a material. The sample used in the test the levels of ash that guava, banana, beans, chili peppers, papaya, mango, guava and melon. The observations, A chili pepper is known to have the highest levels of gray which is around 1.29%, whereas the lowest water levels in Mango B which is around 0.23%. The factors that lead to differences in levels of analysis with the same sample due to several factors such as temperature and time pengabuan. In addition, the process of pengabuan the less long cause a less than perfect color or black color is still there on the ash thus causing the results obtained are less optimal. The gray levels are obtained from the results of the experiment are the amount of mineral contained in the sample.

Key Words: Ashing, Gray Levels, Methods Of Pengabuan Dry.


I.              PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam setiap bahan pangan yang dikonsumsi, terdapat kandungan mineral. Kandungan mineral tersebut dapat dianalisis dengan cara pengabuan. Pengujian kadar abu merupakan hal yang sangat penting pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya suatu bahan pangan untuk di konsumsi ataupun diolah oleh masyarakat. Selain itu, pengabuan juga dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan dan parameter nilai gizi pada bahan makanan (Irawati,2008). Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Aprilianto, 1988). Mineral itu sendiri terbagi menjadi 4, yaitu:
1. Garam organik: garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat
2. Garam anorganik: garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat
3. Senyawa komplek: klorofil-Mg, pektin-Ca, mioglobin-Fe, dll
4. Kandungan  abu dan komposisinya tergantung macam bahan dan cara pengabuannya.
Pengabuan merupakan proses suatu pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu.
Kandungan abu dan komposisinya pada suatu bahan pangan, tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuan yang dilakukan. Terdapat dua macam pengabuan yaitu cara langsung (kering) dan cara basah (tidak langsung). Kedua cara tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat organik pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal, sedangkan cara basah dilakukan dengan memebrikan penambahan senyawa tertentu pada bahan yang akan diabukan seperti gliserol.
Oleh karena itu, penentuan kadar abu sangat penting untuk dilakukan pada bahan hasil pertanian untuk menganalisis komponen mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian. Pada praktikum analisis kadar abu ini, praktikan menganalisis kadar abu bahan pangan menggunakan metode kering. Caranya adalah dengan mendestruksi komponen organik contoh dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 500-6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu bahan (Fauzi,  2006).

1.2 Manfaat
Manfaat adanya analisa kadar abu yaitu,
1.    Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan, misalnya dalam penggilingan gandum, apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi
2.    Mengetahui jenis bahan yang digunakan, penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3.    Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan, adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang

4.    cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
5.    Mengethui kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. (Irawati , 2008)

1.3    Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1.    Mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan hasil pertanian
2.    Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode pengabuan kering.

II.           METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pengujian kadar abu yaitu, cawan porselen, kompor listrik, talenan, pisau, tanur, oven, neraca analitic, penjepit dan desikator.
 Bahan yang digunakan yaitu jambu pisang, buncis, cabai, pepaya, mangga, jambu dan melon.
2.2 Sema kerja
Prosedur kerja untuk menganalisis kadar abu pada bahan pangan yaitu menggunakan metode analisis berdasarkan AOAC, 1995. Menyiapkan dan membersihkan sampel yang akan dianalisis. Sementara itu, cawan poreselen di oven selama 1 jam dengan suhu 1050C kemudian di desikator selama 15 menit untuk menstabilkan kelembapan dan di timbang sebagai a gram. Selanjutnya, Tambahkan sampel yang telah dipotong menjadi bagain-bagian kecil kedalam cawan poreselen. Kemudian sampel yang berada di cawan diarangkan di sebuah kompor listrik hingga tidak mengeluarkan asap. Cawan porselen berisi sampel yang sudah diarangkan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 6000C selama 6 jam hingga proses pengabuan sempurna. Cawan porselen berisi abu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (d). Tahapan ini dilakukan hingga mencapai bobot yang konstan.

Oven (T=1050C,1 jam)
Desikator (15 menit)
Timbang (a)
Haluskan
Timbang
Cawan + sampel
Dibakar sampai tidak berasap
Tanur (6000C , 6 jam), Timbang
Desikator (15 menit)

Hitung kadar abu
Cawan porselen
Sampel
Timbang
Hasil
 























Gambar 1. Diagram alir Kadar abu

Kadar abu dihitung dengan rumus:


III.        HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Data pengujian kadar air dari beberapa sampel bahan pangan
Kelompok
Sampel
Berat cawan (a)
Sampel
Cawan + sampel (d)
Ulang (d')
Kadar abu (%)
Pembulatan
1
Pisang A
18,7138
5,1095
18,7475

0,65955573
0,66
8
Pisang B
21,5157
5,0915
21,5584
21,5595
0,860257292
0,86
2
Buncis A
12,0737
5,0003
12,1001

0,527968322
0,53
9
Buncis B
11,8546
5,0671
11,8793
11,8791
0,483511279
0,48
3
Cabai A
21,4632
5,0039
21,5263
21,5282
1,29898679
1,3
10
Cabai B
18,9964
5,0305
19,0538

1,141039658
1,14
4
Pepaya A
13,3527
5,0363
13,3756
13,3757
0,456684471
0,46
11
Pepaya B
11,3517
5,0041
11,3731
11,3749
0,463619832
0,46
5
Mangga A
20,2789
5,0638
20,2948

0,313993444
0,31
12
Mangga B
19,8603
5,0739
19,8721

0,232562723
0,23
6
Jambu A
11,8619
5,0902
11,8779
11,8782
0,320223174
0,32
13
Jambu B
12,8269
5,0618
12,8434
12,8426
0,310166344
0,31
7
Melon A
13,8489
5,2791
13,8659

0,322024588
0,32
14
Melon B
12,1178
5,0059
12,1337

0,317625202
0,32


3.2 Pembahasan
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja (Susi, 2013).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur itu juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Zahro, 2013).
Metode kadar abu yang dilakukan pada praktikum ini yaitu menggunakan metode pengabuan kering. Analisis kadar abu dengan metode  pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel (Andarwulan, 2011).
Sampel yang digunakan pada metode pengabuan kering yaitu jambu, pisang, buncis, cabai, pepaya, mangga, jambu dan melon. Sampel tersebut ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih berdasarkan sifat  bahan yang akan dianalisis. Dalam praktikum ini, cawan yang digunakan untuk sampel adalah cawan porselen. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu mencapai 500ºC hingga diperoleh berat konstan. Besarnya berat abu dihitung dengan cara mengurangi selisih berat akhir dikurang berat awal cawan kemudian dibagi dengan berat awal bahan kemudian dikali seratus persen. Setelah 4 jam proses tanur, kemudian menunggu suhu tanur sampai 100ºC karena suhu sebelumnya sangat panas yaitu sekitar 500º agar sampel bisa diambil, kemudian dimasukkan ke desikator. Tujuan dimasukkan ke desikator adalah untuk menjaga berat konstan karena desikator akan menyerap air sehingga  berat sampel tetap stabil. Kemudian dilakukan penimbangan.
Menurut lieteratur, pada saat pengabuan ada komponen volatil yang hilang yaitu unsur-unsur Na, S, Cl, dan P. Kadar abu yang didapatkan adalah kadar abu atau mineral total yang terdapat dalam suatu bahan, tetapi tidak diketahui zat atau senyawa apa saja yang terkandung dalam bahan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa cabai A memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 1,29%. Sedangkan sampel pisang A sekitar 0,66, pisang B sekitar 0,86%, buncis A sekitar 0,53%, buncis B sekitar 0,48%, cabai B sekitar 1,14%, pepaya A sekitar 0,46%, pepaya B sekitar 0,46%, mangga A sekitar 0,31%, jambu A sekitar 0,32%, jambu B sekitar 0,31%, melon A sekitar 0,32%, melon B sekitar 0,32% dan diurutan kadar terendah ada mangga B sekitar 0,23%.
Menurut literatur karangan Sudarmadji (2010), kandungan kadar abu pada buah yaitu maksimal sekitar 0,2 – 0,8 % sedangkan kandungan kadar abu pada sayuran yaitu sekitar 1%. Secara keseluruhan hasil pengamatan pada sampel buah yang telah praktikan lakukan sesuai dengan litelatur, namun untuk sampel cabai A dan cabai B hasilnya diatas 1% (tidak sesuai dengan litelatur). Perbedaan kadar abu pada sayuran kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam praktikum, seperti ketidaktelitian praktikan baik dalam penimbangan, maupun saat penumbukan bahan (belum halus atau homogen secara sempurna), sehingga diperoleh kadar abu yang melebihi standar atau bisa jadi karena kurang berfungsinya desikator, desikator kurang menyerap uap air yang kembali masuk ke bahan, karena saat pendinginan tanur dibuka sedikit. Kemungkinan ketika tanur dibuka uap air yang ada di udara menempel kembali ke bahan.
Selain itu, terdapat perbedaan kadar abu pada sampel yang sama, perbedaan tersebut bisa jadi disebabkan karena proses pendahuluan terehadap cawan dan sampel, proses pengabuan, serta faktor yang berhubungan dengan teknik pengabuan yang menyebabkan perbedaan kehilangan jumlah zat volatil yang ada pada sampel (Rukmana,2004).
Kadar abu dalam bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar abu yang didapatkan dari hasil percobaan tersebut merupakan jumlah mineral yang terkandung dalam sampel. Kadar yang dihasilkan bergantung pada beberapa faktor yaitu ketelitian dalam perhitungan, berat awal sampel dan berat cawan. Adapun jika terdapat perbedaan, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor seperti jenis bahan, suhu, dan waktu pengabuan. Selain itu, proses pengabuan yang kurang lama menyebabkan warna abu yang kurang sempurna atau masih ada warna hitam pada abu sehingga menyebabkan hasil yang didapatkan kurang optimal.

VI.  KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1.    Cara menganalisis kadar abu suatu bahan pangan dengan metode pengabuan kering, dilakukan dengan mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam tanur  pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan tercapai berat konstan.
2.    Dari ketujuh bahan yang digunakan, diketahui cabai A memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 1,29%. Sedangkan sampel yang memiliki kadar air terendah yaitu mangga B sekitar 0,23%. Secara keseluruhan hasil pengamatan pada sampel buah sesuai dengan litelatur, namun untuk sampel cabai A dan cabai B hasilnya berbeda dengan litelatur yaitu diatas 1%.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah hasil kadar abu yaitu saat pengujian diharapkan mahasiswa dapat lebih serius dalam proses pengerjaannya sehingga kesalahan dalam proses pengujian dapat diminimalisir, seperti ketelitian saat penimbangan, penumbukan bahan ataupun pengabuan. Ketika memindahkan cawan, harus selalu menggunakan gegep agar lemak dari tangan yang mungkin menempel pada cawan tidak ikut tertimbang.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB-press
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.
Hilma.2014.Kadar air dan kadar abu.Universitas Jenderal Soedirman:Purwakarta.
Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK VEDCA.Cianjur
Jalip, IS. 2008. Praktikum Kimia Organik, Edisi kesatu. Laboratorium Kimia Universitas Nasional. Jakarta
Muchtadi ,D. 1989. Petunjuk Laboratorium : Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud-Dirjen dikti , PAU Pangan dan Gizi. IPB : Bogor
Rukaman, Rahmat.2004.Bayam Bertanam dan Pengolahan Pasca Panen. Yogyakaarta: Kanisius
Sudarmadji dkk.2004.ProsedurAnalisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberti: Yogyakarta
Winarno, F.G. 2004.  KIMIA PANGAN DAN GIZI . PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.





















LAMPIRAN
Perhitungan kadar abu
Untuk menghitung kadar abu pada bahan pangan digunakan rumus
Kadar abu (%) =  x 100%
·         Pisang ( kelompok 1 & 8)
Kelompok ( 1 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,659
Kelompok (8) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,860
·         Buncis (kelompok (2 & 9)
Kelompok ( 2 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,527
Kelompok ( 9 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,483
·         Cabai (kelompok 3 & 10)
Kelompok 3 à kadar abu (%) =  x 100% = 1,298
Kelompok 10 à kadar abu (%) =  x 100% = 1,141
·         Papaya ( kelompok 4 & 11)
Kelompok ( 4 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,456
Kelompok ( 11 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,463
·         Mangga (kelompok 5 & 12)
Kelompok ( 5 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,313
Kelompok 12 à kadar abu (%) =  x 100% = 0,232
·         Jambu ( kelompok 6 & 13)
Kelompok ( 6 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,320
Kelompok ( 13 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,310
·         Melon ( kelompok 7 & 14)
Kelompok ( 7 ) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,322
Kelompok ( 14) à kadar abu (%) =  x 100% = 0,376

Foto Pengamatan
Pengecilan bahan


Saat pemasukkan sampel kedalam oven

Saat proses pengarangan

Pemasukkan sampel kedalam desikator
Saat pemasukkan sambel kedalam tanur


Penimbangan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar