Selasa, 28 Juli 2015

Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura Penanganan Minimal pada Sayur dan Buah



I.         TEORI
A.    Teknologi Pengolahan Minimal  (Minimally Procesing)
Proses minimum (minimally processed ) produk hortikultura merupakan usaha penyiapan dan penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alaminya dan lebih mudah digunakan oleh konsumen. Tujuan utama proses minimum produk hortikultura adalah mempertahankan kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi dan menjamin umur simpan produk memadai untuk areal konsumen tertentu. Penyiapan dan penanganan produk tersebtu meliputi pembersihan (cleaning ), pencucian (washing ), trimming/peeling,coring, slicing, shredding dan pengemasan. Beberapa istilah digunakan untuk proses minimum produk hortikultura, seperti proses ringan (lightlyprocessed),  proses sebagian ( partially processed ), proses segar ( fresh processed ), dan proses awal (preprepared).
Berkembangnya proses minimum produk hortikultura disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan produk buah-buahan dan sayuran segar yang lebihmudah untuk digunakan maupun dikonsumsi. Beberapa contoh produk prosesminimum yang dijumpai di pasaran adalah potongan buah yang dikemas (satu jenis maupun campuran), durian yang sudah dikupas, kentang yang sudah dikupasdan dipotong-potong, potongan sayuran, bawang putih yang sudah dikupas, dan produk lainnya.
Produk proses minimum banyak dijumpai di pasar-pasar swalayan, rumah
makan cepat saji (salad dan buah-buahan), dan jasa catering. Meningkatnya permintaan akan produk hortikultura segar memberi pengaruh pada meningkatnya pasar akan produk proses minimum.
Proses minimum berdampak pada meningkatnya perishabilitas produk hortikultura, sehingga diperlakukan teknik-teknik penanganan proses minimum untuk memperpanjang umur simpan produk. Untuk peningkatan sanitasi, penyiapan dan penanganan produk hortikultura dengan proses minimum memerlukan pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi pangan dan fisiologi pasca panen (Semadi Antara, Nyoman : 2007).


B.     Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Mutu Buah dan Sayur
Kerusakan buah dan sayur telah dimulai sejak buah dan sayur tersebut dipanen. Penyebab utama kerusakan buah dan sayur adalah:
1.      Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme
2.      Aktivitas enzim dalam buah dan sayur
3.      Suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah
4.      Udara khususnya oksigen
5.      Kadar air dan kekeringan
6.      Cahaya
7.      Serangga, parasit serta pengerat.
Pengawetan buah dan sayur pada dasarnya adalah tindakan untuk  memper-kecil atau menghilangkan faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen buah dan sayur tetap melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai jaringan yang masih hidup. Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan buah dan sayur akan terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas tertentu.
Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk nabati atau pembusukan pada produk hewani.
Susut “losses” kualitas dan kuantitas buah dan sayur terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi. Besarnya susut sangat tergantung pada jenis dan cara penanganannya selepas panen.Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang harus mengetahui factor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadapterjadinya kerusakan dan menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapatmenunda kelayuan atau kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentuyang mungkin dicapai. Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan dimana produk pertanian tersebut disimpan. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada bahan seperti buah-buahan dan sayuran adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan factor morfologis/anatomis. Factor lain juga penting untuk diperhatikan yaitu menghindarkan komoditi terhadap suhu atau cahaya yang berlebihan dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Mutu merupakan konsep yang sangat luas, yakni karakteristik-karakteristik yang ada pada suatu produk yang menjadi penentu terhadap penerimaan  konsumen atas suatu produk (Pardede, 2005), tetapi secara singkat dikatakan mutu adalah karakteristik yang tepat sesuai dengan keinginankonsumen. Khususnya untuk buah dan sayur segar, dan sekaligus pada buah dan sayur olahan minimalis, komponen mutu yang menjadi perhatian utama konsumen antara lain penampilan secara visual, tekstur yang berhubungan dengan apa yang diindera di mulut (mouthfeel), rasa khususnya yang berhubungan dengan rasa dan aroma-, kandungan gizi dan faktor keamanan bila dikonsumsi (Lin &Zhao, 2007; Lozano, 2006).
Dari segi sensoris, konsumen lebih menitikberatkan pada pertimbangan warna, flavor, dan tekstur. Ketiganya merupakan karakteristik sayuran yang berhubungan erat dengan kondisi fisiologi bahan dan kondisi mikrobiologis pada bahan. Demikian juga halnya dengan kandungan gizi serta keamanan pada buah dan sayur olahan minimalis erat hubungannya dengan kondisi mikrobiologi bahan.
C. Penyimpanan Buah dan Sayur Olahan Minimalis dalam Lingkungan Atmosfir Termodifikasi
Dalam penyimpanannya makanan buah dan sayur olahan minimalis biasanya dikemas dalam keadaan tertutup dalam kemasan yang semipermiabel. Secara umum pengemasan dalam atmosfir termodifikasi (modified atmosphere; MA) adalah teknologi pengemasan di mana kondisi atmosfir sekeliling produk berbeda dengan komposisi normal udara (Francis et al., 1999). Bahan pengemas yang biasa digunakan adalah berbagai lapisan tipis (plastik polimer) yang permiabel. Dalam hal produk pengemasan buah dan sayuran olahan minimalis, komposisi udara/gas dalam kemasan termodifikasi oleh masih berlangsungnya proses respirasi oleh jaringan buah/sayuran, yang dikenal dengan modifikasi atmosfir pasif. Tergantung pada aktifitas respirasi, temperatur penyimpanan dan karakteristik permiabilitas dari bahan pengemas, kondisi atmosfir sekeliling produk akan mengalami suatu titik equilibrium.  Kondisi ini akan efektif dalam menghambat mekanisme pembusukan, sekaligus mempengaruhi proses respirasi itu sendiri.  Pengemasan atmosfir termofikasi yang aktif, yakni dengan mengatur komposisi gas dalam kemasan dengan konsentrasi tertentu juga umum dilakukan dalam pengemasan olahan minimalis (Lozano, 2006). Metoda modifikasi atmosfir aktif akan berpengaruh terhadap harga.
Dalam kemasan yang demikian, buah ataupun sayuran masih melakukan respirasi yang dengan sendirinya masih melakukan modifikasi atmosfir di lingkungan kemasan. Kandungan gas-gasnya berobah, misalnya: Oksigen dari 21% menjadi 2–5%,  sedangkan karbondioksida (CO2) dari 0,03% meningkat menjadi 3–10%. Komposisi udara yang terbentuk ini akan memperlambat respirasi,  memperlambat dan menurunkan perkembangan mikroflora, serta menunda kematangan fisiologis.  Akan tetapi, apabila komposisi udara/gas O2 dan CO2 di luar toleransi dari suatu bahan/produk tertentu, kondisi ini akan mendorong terjadinya respirasi anaerobik yang menghasilkan aroma dan flavor yang tidak menyenangkan serta kondisi fisiologis yang tidak baik. Pada prakteknya MA juga dapat dikombinasikan dengan pemberian gas nitrogen.
Tingkat kesegaran lebih sering dinilai dari segi penampilan, yakni dengan melihat warna, tekstur serta flavor/aroma. Konsumen telah memiliki asosiasi warna tertentu dengan suatu produk segar tertentu. Padahal selama proses penanganan dan penyimpanan berlangsung proses penuaan pada bahan sayur/buah yang telah dipanen memperlihatkan penurunan kualitas warna hijau akibat kehilangan klorofil, sedang dari segi tekstur terlihat kelayuan yang dapat berlanjut hingga kebusukan.Hong and Kim (2004) yang meneliti daun bawang (Allium fistulosum) olahan minimalis menunjukkan bahwa perubahan warna terutama disebabkan oleh hilangnya klorofil khususnya pada bagian daun dan bagian batang, yang ditunjukan dengan naiknya nilai L (lightness) serta menurunnya nilai H (nilai hue) dengan pemeriksaan menggunakan alat pengukur warna.  Ditambahkan bahwa meskipun proses pencoklatan (browning) menyumbang terhadap penurunan nilai warna daun bawang tetapi faktor hilangnya warna hijau merupakan faktor yang dominan. Sementara Goris dkk. (1994), menemukan bahwa pengemasan dengan kondisi hampa tingkat sedang (moderate vacuum) pada kemasan polyetilene 80 µm dapat menurunkan  reaksi pencoklatan enzimatik seperti yang terjadi pada lettuce pada penyimpanan 5oC selama 10 hari. Sementara pada produk kol cina yang dikemas PD961 (polyolefin type film, dengan ketebalan 50 μm), kondisi oksigen rendah dan karbondioksida yang tinggi dapat menghambat penurunan mutu, khususnya yang diakibat reaksi pencoklatan (Kim, 1999). 
Adanya cahaya dapat menghambat kehilangan klorofil sekaligus menghambat penurunan tingkat warna hijau pada buah dan sayuran. Penelitian menunjukkan bahwa ketahanan klorofil akan lebih baik pada kol yang disimpan pada cahaya dengan intensitas rendah dibandingkan dengan pada bahan pembanding yang disimpan pada kondisi tanpa cahaya. Pencahayaan juga berhubungan dengan kondisi pertukaran gas pada bahan serta proses buka-tutupnya stomata, yang akan mempengaruhi  proses kehilangan air dari bahan sekaligus kehilangan berat bahan. Selain itu buka tutupnya stomata serta besarnya pertukaran gas akan mempengaruhi  respirasi.
Penelitian Cervera dkk (2007) menunjukkan bahwa respirasi pada awal penyimpanan berlangsung sangat intens dimana komposisi gas pada kemasan brokoli yang dikemas mengunakan polypropilene 35 µm pada kondisi gelap total menunjukkan bahwa setelah 3 hari penyimpanan kandungan O2 mencapai 1,8% sedangkan  CO2  mencapai 17,8%. Kondisi ini menekan proses respirasi untuk memperlambat lajunya, dan pada hari ke-11, ditemukan kondisi atmosfir yang hampir sama dengan atmosfir normal. Kondisi gelap 20 jam dan diikuti 4 jam pemaparan terhadap cahaya fluoresence, dapat memperpanjang intensitas respirasi hingga hari ke-15, dan pada kondisi terpapar cahaya sepanjang penelitian menunjukkan kondisi dapat dipertahankan hingga hari ke-15 penyimpanan. Kol bunga (Cauliflower) yang disimpan dalam kondisi total tanpa cahaya menunjukkan penurunan kualitas warna.
Cahaya memberi kontribusi besar karena terjadi penurunan kualitas warna, khususnya pada permukaan dimana terjadi pemotongan. Pemaparan produk terhadap cahaya selama penyimpanan, baik secara berkesinambungan maupun terputus mengakibatkan penurunan kualitas warna yang semakin cepat (Cervera dkk, 2007).  Semakin tinggi permiabilitas dari plastik film semakin cepat penurunan mutu warna terjadi, khususnya di daerah permukaan potongan.
Meskipun sesungguhnya cahaya dapat mendorong terjadinya sintesa klorofil tetapi kondisi lanjutan dimana O2 menurun dan konsentrasi CO2 yang naik menyebabkan deterioration dari klorofil berlangsung lebih cepat. Tingginya CO2 juga menyebabkan terjadinya reaksi pengasaman pada sitoplasma sel dan kondisi ini mendorong semakin cepatnya pengobahan klorofil menjadi phoephytines. Demikian halnya akumulasi etilene yang terjadi pada kemasan permiabilitas rendah mendorong degradasi klorofil dan hilangnya warna hijau. Rendahnya permiabilitas di satu pihak dapat menekan penurunan kualitas warna tetapi di sisi lain O2 yang sangat rendah dan tingginya konsentrasi CO2 mendorong terjadinya penurunan tekstur yang cepat serta terbentuknya bau tidak normal (off-odour) yang lebih cepat.
D.    Penyimpanan Dingin
Sistem pengemasan MA dikombinasikan dengan penyimpanan dingin merupakan praktek penyimpanan yang umum dilakukan pada makanan siap konsumsi  Penyimpanan dingin sangat dianjurkan karena dapat menekan laju degradasi enzimatik yang mengakibatkan pelunakan jaringan buah dan sayuran, mengurangi laju kehilangan air yang mengakibatkan kelayuan, menurunkan laju pertumbuhan mikroorganisma, serta menurunkan laju produksi etilen (Lozano, 2006).
Penyimpanan dingin untuk produk buah dan sayur olahan minimalis, umumnya dilakukan pada temperatur 2 – 5 oC dan dibawah pengawasan yang ketat. Lebih jauh, seharusnya dalam outlet-outlet makanan, cepat saji olahan minimalis seperti salad juga harus disimpan pada kisaran temperatur tersebut. Faktor temperatur penyimpanan ini sangat menentukan kondisi mikrobiologis produk olahan minimalis karena memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada sayuran siap konsumsi seperti ditemukannya populasi mikroorganisma mesophylic yang meskipun sangat rendah pada chicory.
Perlu menjadi perhatian, bahwa temperatur yang dipakai/ditetapkan dapat menahan perkembangan jenis bakteri pembusuk yang aerobik (karena oksigen berkurang). Tetapi karena sebagian diantaranya adalah kompetitor (pesaing) alami dari mikroflora patogen (penyebab penyakit), sehingga tertahannya pertumbuhan bakteri pembusuk aerobik justru menjadi peluang perkembangan mikroflora yang patogen akibat hilangnya pesaing. Dalam penampakannya bisa saja tidak terjadi indikasi kebusukan tetapi sudah ditumbuhi bakteri patogen.
Pengemasan MA akan memperpanjang masa simpan, yang berarti pula memperpanjang waktu yang tersedia untuk mikroflora patogen untuk tumbuh dan berkembang sehingga penyimpanan yang melewati batas waktu akan menyebabkan kenaikan populasi yang cukup nyata. Meskipun level oksigen (2 –5 %) di dalam kemasan (pada suhu 4oC) normalnya dapat menghambat mikroba yang obligat anaerob Clostridium botulinum, tetapi jika terjadi kenaikan temperatur ekstrim keadaan bisa menjadi anaerob sebagai akibat dari kenaikan laju respirasi. Ini menciptakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan dan produksi toksin oleh Clostridium botulinum. Sebagai catatan, penggunaan N2 pada pengemasan MA menurunkan respirasi tetapi dapat mendorong pertumbuhan Listeria.
E.     Media EMB (Eosin Methylene Blue) Agar
Media Eosin Methylene Blue Agar  adalah hasil modifikasi dari Levine M. (1918-1921) yang digunakan untuk diferensiasi Escherichia coli dan Enterobacteria aerogenes, untuk identifikasi cepat dari Candida albicans, dan untuk identifikasi Staphylococcus koagulase-positif.
Media yang sudah jadi dirumuskan secara spesifik oleh APHA (American Public Health Association) (1970-1992). Media ini dibuat dan dirumuskan dengan tujuan untuk mendeteksi dan membedakan mikroorganisme dari kelompok bakteri coliform.
F.     Karakteristik Media Eosin Methylene Blue Agar 
Media EMB Agar agar yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
Ø  Berdasarkan sifat fisiknya media EMB Agar merupakan media padat atau solid karena mengandung agar sekitar 15g /liter sehingga setelah dingin media akan menjadi padat.
Ø  Berdasarkan kandungan bahannya media EMB Agar merupakan media sintetis karena komposisinya tersusun dari bahan-bahan kimia yang telah diketahui komposisinya secara pasti.
Ø  Berdasarkan tujuan pembuatannya media EMB Agar merupakan media selektif diferensial untuk menubuhkan bakteri gram negatif dari golongan Enterobacteriaceae.
Ø  Media EMB Agar yang masih berupa serbuk memiliki warna ungu berbentuk serbuk dan media yang sudah jadi berwarna ungu gelap dengan konsistensi padat.
Ø   Berdasarkan jenisnya media EMB Agar merupakan media plate, karena dicetak di dalam petridisk steril.
Ø   Media EMB Agar memiliki pH asam yaitu pH 6.8 ± 0,2.
G.    Fungsi Media Eosin Methylene Blue Agar 
Secara umum media EMB agar adalah media isolasi untuk membedakan  bakteri Enterobacteriaceae. EMB Agar adalah media yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar ini mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella.
Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam.  Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Fungsi dari eosin dan metilen blue membantu mempertajam perbedaan warna. Namun demikian, jika media ini digunakan pada tahap awal, kuman lain bisa juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp. Hal ini dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli. Media ini berbentuk padat berguna untuk menjaga sel tidak berpindah tempat sehingga akan mudah dihitung dan dipisahkan jenisnya ketika tumbuh menjadi koloni. Media padat juga menampakkan difusi hasil metabolit bakteri sehingga memudahkan dalam pengujian suatu hasil metabolit.
H.    Komponen Media EMB Agar
Komposisi dari EMB Agar secara umum terdiri dari sumber nutrisi atau zat makanan dan komposisi media pertumbuhan. Salah satu media EMB Agar yang diproduksi oleh pabrik yang biasa digunakan di laboratorium adalah media EMB Agar dengan merk Oxoid CM0069, terdiri dari komponen :
Peptone                                              :  10.0 g/L
Lactose                                               :  10.0 g/L
Dipotassium hydrogen phosphate      :  2.0 g/L
Eosin                                                   :  0.4 g/L
Methylene blue                                   :  0.065 g/L
Agar                                                    :  15.0 g/L

I. BGLBB (Brilliant Lactose Bile Broth)
Brilliant Green Lactose Bile Broth adalah salah satu dari media mikrobiology yang banyak digunakan untuk mendeteksi bakteri coliform dalam air bersih, air limbah, makanan , susu dan produk olahan susu.Media yang dibuat berdasarkan standar American Public Health Association ( APHA ) untuk identifikasi presumptive dan uji konfirmasi bakteri coliform. Media ini juga direkomendasikan oleh Komite ISO untuk enumerasi coliform menggunakan metoda Most Probable Number (MPN). Peptic digest dari animal tissue akan menghasilkan bahan nutrient yang penting. Lactose adalah karbohydrate yang dapat difermentasi. Fermentasi lactose menghasilkan asam yang merubah warna brilliant green menjadi kuning. Gas yang dihasilkan selama fermentasi akan terperangkap dalam tabung durham. Pembentukan gas ini merupakan konfirmasi akan adanya bakteri coliform. Bakteri Gram positive yang membentuk spora dapat memproduksi gas jika proses penghambatan oleh empedu atau brilliant green diperlemah oleh reaksi tertentu dengan bahan bahan dalam sampel makanan. Ox Gall menghambat bakteri gram postive sedangkan bakteri gram negatif akan dihambat oleh brilliant green.

II.    TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1.      Mengetahui proses penanganan minimal pada produk sayur dan buah
2.      Mengetahui keamanan mikrobiologi dari produk olahan minimal sayur dan buah





III. ALAT DAN BAHAN
No.
Alat
Bahan
1.
Pisau
Mentimun
2.
Telenan
Tomat
3.
Timbangan
Apel
4.
Loyang
Pakcoy
5.
Oven
Wortel
6.
Baskom
Terong ungu
7.
Tampah

8.
Gelas ukur

9.
Serok


IV. PROSEDUR PRAKTIKUM
a.      Pengolahan Minimal  Sayur dan Buah


b.      Pengamatan Mikroorganisme Pada Buah dan Sayur Menggunakan Nutrient Agar
c.      
Menyiapkan 12 tabung yang telah berisi masing-masing 10 mL Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) Broth dengan tabung durham didalamnya (dibagi 3 kelompok masing-masing 3 buah tabung sebagai control sterilitas, positif  dan negative)
Memasukkan masing-masing 1 ml air steril atau 1 ml kultur E.coli atau kultur S. aureus ke dalam 3 buah tabung sisa yang telah berisi BGLB sebagai control sterilitas, positif dan  negative.
Memasukkan 1 ose inokulum dari tiap-tiap tabung hasil uji presumptive test menghasilkan uji positif ke dalam tiap-tiap tabung media BGLG.
Semua tabung di inkubasi pada suhu 35-37 ± 0,5oC selama 48 jam. Mengamati terbentuknya gas pada tabung Durham dalam waktu 24-48 jam lalu dicatat hasilnya. Kemudian di inkubasi lagi (24 jam sisanya) pada tabung yang tidak berbentuk gas (negative)
Menginterpretasi hasil positif jika media keruh dan terbentuk gas (harus kedua-duanya). Menginterpretasi hasil negative jika terdapat pertumbuhan dan tidak terbentuk gas.
Menghitung kisaran konsentrasi Coliform (MPN/mL) dengan menghitung tabung positif kemudian cocokkan dengan table MPN berdasarkan dari perhitungan uji dugaan. Perkiraan konsentrasi yang didapat adalah penegasan adanya Coliform.
Lanjutan Analisis Dengan Uji Pendugaan E.Coli


 


              




                                                                                                                                     











V. Hasil Pengamatan
No
Bahan
Perubahan Fisik
Gambar
1
Pakcoy
·      Warna: Lebih hijau
·      Tekstur: lembek
·      Aroma: Aroma lebih khas bau daun
2
Pakcoy
·      Warna : lebih hijau
·      Tekstur :lunak
·      Aroma : tidak beraroma
3
Wortel
·      Warna: lebih memudar dari sebelumnya, ada bulatan hitam yang terdapat pada sebagian kulit wortel, serta terdapat bintik warna coklat
·      Tekstur: lebih lunak
·      Aroma:pekat
4
Wortel
·      Warna: lebih memudar dari sebelumnya, ada bulatan hitam yang terdapat pada sebagian kulit wortel, serta redapat bintik warna coklat
·      Tekstur: lebih lunak
·      Aroma:pekat
5
Terong ungu
·      Warna: kecoklatan, serta terdapat bintik coklat .
·      Tekstur: sedikit melunak.
·      Aroma:terong segar
6
Terong ungu
·      Warna: kecoklatan, serta terdapat bintik coklat .
·      Tekstur: lapisan luar kering, dan sedikit keriput, serta ada uap dari kemasan.
·      Aroma: seperti awal.

7
Apel
·      Warna: putih kecoklatan.
·      Tekstur: menyusut.
·      Aroma: tidak setajam sebelumnya.
8
Apel
·      Warna: lebih coklat.
·      Tekstur: sedikit melunak.
·      Aroma: tidak setajam sebelumnya, namun masih beraroma apel.
9
Tomat
·      Warna: terdapat bulatan hitam pada permukann kulit, warna merah sedikit lebih pekat dibandingkan sebelumnya.
·      Tekstur: lebih lunak, dibeberapa bagian tingkat kelunakannya melebihi kelunakan pada bagian lain
·      Aroma: tomat segar
10
Tomat
·      Warna: pada tomat yang pertama,warna merah yang tidak terlalu merata, dibeberapa sisi masih ada yang berwarna hijau, serta warna merahnya sedikit lebih pekat dibanding sebelumnya. Sedangkan tomat yang kedua warna merahnya tidak merata.
·      Tekstur:, tomat yang pertama teksturnya melunak dan ada bagian yang telah rusak, tomat yang kedua teksturnya tetap membaik.
11
Mentimun
·      Warna: warna permukaan agak menguning, warna bagian dalam masih tampak segar
·      Tekstur:bagian tengah agak melunak, bagian ujung mengerut.
·      Aroma:mentimun segar

12
Mentimun
·      Warna:sedikit terjadi pencoklatan, pada bagian ujung permukaan, pada kemasan terdapat uap air
·      Tekstur: tekstur melunak, kulit menjadi keriput
·      Aroma: segar, karena pendinginan

No
Bahan
Media
Hasil
1
Pakcoy
EMB (Eosyin Metylen Blue)
Negatif (-)
Jumlah koloni:
2
Pakcoy
BLBG (Brilian Green Lactose Broth)
Tabung durham: 2 tabung keruh (positif) tdk ada gelembung . 1 tidak keruh dan tdk bergelembung (negatif)
3
Wortel
EMB (Eosyin Metylen Blue )
Positif (+)
4
Wortel
BLBG (Brilian Green Lactose Broth)
Positif (+)
5
Terong ungu
EMB (Eosyin Metylen Blue)
Positif (+)
6
Terong ungu
BLBG (Brilian Green Lactose Broth)
Positif (+)
7
Apel
EMB (Eosyin Metylen Blue )
Positif (+)
8
Apel
BLBG (Brilian Green Lactose Broth)
Negatif (-)
9
Tomat
EMB (Eosyin Metylen Blue )
Positif (+)
10
Tomat
BLBG
Pengamatan hari pertama negatif (-)
Pengamatan hari ke dua positif (+)
11
Mentimun
EMB (Eosyin Metylen Blue )
Positif (+)
12
Mentimun
BLBG (Brilian Green Lactose Broth)
Positif (+)


VI. PEMBAHSAN
Praktikum kali ini, kami melakukan praktikum mengenai Penanganan Minimal pada sayur dan buah. Pengolahan minimal (minimal processing) bertujuan untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar (Irawati , Santi (2008).).
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap karakteristik sensori sayur dan buah dan pengamatan mikroorganisme pada sayur dan buah menggunakan nutrient agar. Sampel yang digunakan dalam pengamatan yaitu pakcoy, wortel, terong ungu, apel, tomat dan mentimun.
Pertama-tama, tahap yang dilakukan yaitu pencucian bahan. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat dalam bahan. Selanjutnya yaitu membuang bagian sayur dan buah yang tidak diinginkan dan pemotongan bahan untuk mempermudah pengamatan. Kemudian bahan dikemas menggunakan styrofoam dan ditutup menggunakan cling wrap dan disimpan di refrigerator selama satu minggu. Pengemasan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, mencegah rusaknya nutrisi/gizi pada bahan pangan, menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan serta meminimalisir reaksi enzimatis dan chilling injury sehingga kesegaran produk dapat terjaga. Sedangkan perlakuan pendinginan bertujuan untuk mengurangi kegiatan respirasi dan proses metabolisme yang lain, memperlambat proses penuaan (aging) dan proses pematangan (ripening), mengurangi kehilangan air, yang berarti memperlambat proses pelayuan serta mengurangi kerusakan karena aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain.
Karakteristik Sensori Sayur dan Buah
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil yang berbeda dari setiap sampel bahan baik dari segi warna, tekstur ataupun aroma.
Adapun perubahan warna yang terjadi yaitu pada sampel pakcoy timbul warna yang lebih hijau, pada tomat warnanya menjadi lebih merah dan pada mentimun warnanya menjadi agak kekuningan, sedangkan pada wortel warnyanya sedikit memudar. Perubahan perbedaan warna pada buah-buahan disebabkan oleh adanya pigmen yang pada umumnya dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu klorofil, anthosianin, flavonoid dan karotenoid.  Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya produksi etilen pada sayur dan buah. Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas yang berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L) (Wills et al., 1988). Pembentukan pigmen pada sayur dan buah dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan kandungan karbohidrat. Namun, untuk sampel terong dan apel warnanya menjadi kecoklatan. Hal ini dapat terjadi karena adanya rekasi enzimatis, dimana pada sampel terong dilakukan perlakuan pemotongan yang menyebabkan sel menjadi terbuka sehingga akan memfasilitasi bercampurnya enzim-enzim dengan substrat yang segera akan memicu reaksi biokimia dalam sel.
Perubahan tekstur pada sayur dan buah umumnya mengalami pelunakan setelah penyimpanan. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan komposisi dinding sel yang menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga kekerasan buah menurun. Dimana terjadinya tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Isi sel dapat membesar karena menyerap air dari sekelilingnya. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan) sel-sel parenkima dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan. Jika air di dalam sel berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas.
Aroma yang dihasilkan setelah penyimpanan pada umumnya mengalami perubahan. Pada umumnya, aroma dari setiap sampel menjadi menyusut. Sebagian besar buah-buahan dan sayuran segar akan mengalami penurunan aroma selama penyimpanan disuhu rendah. Perubahan aroma tersebut disebabkan karena aktivitas mikroba. Hal ini disebabkan pula akibat senyawa volatil yang menguap ketika sayur dan buah mengalami respirasi. Sedangkan untuk sampel wortel aroma yang dihasilkan justru semakin khas. Hal ini disebabkan karena senyawa volatil yang dipertahankan oleh wortel walaupun disimpan dalam suhu rendah.
Beberpa hal yang harus diperhatikan dalam pengolahan minimal sayur dan buah, dinataranya:
·         Bahan baku yang digunakan memiliki mutu yang baik, tidak cacat, keragaman minimal dengan varietas yang jelas.
·         Proses dilakukan dalam kondisi higienis, dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice) dan sistem HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) secara ketat.
·         Proses preparasi dilakukan di suhu rendah.
·         Pembersihan dan pencucian dilakukan secara hati-hati, sebelum dan sesudah pengupasan.
·         Air pencuci yang digunakan bermutu baik (sensori, mikrobiologis, pH) dan memenuhi standar air minum
·         Penggunaan sedikit aditif pada waktu pencucian sebagai desinfektan dan sebagai pencegah browning.
·         Proses pengeringan setelah pencucian harus dilakukan dengan hati-hati.
·         Pengupasan, pemotongan dan pengirisan harus dilakukan dengan hati-hati.
·         Penggunaan kemasan yang tepat.
·         Penggunaan suhu dan kelembaban yang tepat selama penyimpanan, distribusi dan penjualan (display) produk.

Pengamatan Mikroorganisme Pada Sayur dan Buah
Pada pengamatan mikroorganisme sayur dan buah, media yang digunakan yaitu media EMB (Eosin Methylen Blue)  dan BGLB  (Briliant Green Lactose Broth).
EMB Agar adalah media padat yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri Coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar ini mempunyai keistimewaan yaitu mengandung laktosa yang berfungsi untuk membedakan mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna.
BGLB  (Briliant Green Lactose Broth) adalah salah satu dari media mikrobiologi yang banyak digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform dalam air bersih, air limbah, makanan , susu dan produk olahan susu. Media BGLB digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform (Gram negatif). Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan menggiatkan pertumbuhan bakteri Coliform. Ada atau tidaknya bakteri ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan Coliform.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, diketahui terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada setiap sampel.
Pakcoy
Wortel
Terong Ungu
Apel
Tomat
Mentimun

Koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada sampel mentimun yaitu 90 koloni, sedangkan untuk sampel wortel 53 koloni, pada tomat 6 koloni dan yang paling sedikit terdapat pada apel yaitu 1 koloni. Bakteri yang diduga terdapat pada sampel merupakan bakteri Coliform. Perbedaan jumlah koloni pada setiap sampel tersebut dapat diakibatkan karena perbedaan kualitas air pada sayur dan buah, sebagaimana menurut Friedheim (2001) yang menyatakan semakin sedikit kandungan Coliform, artinya kualitas air semakin baik. Dapat terlihat koloni yang paling banyak terbentuk adalah pada sampel mentimun. Hal tersebut karena kadar air mentimun 96% jika dibandingkan dengan kadar air wortel yaitu sebesar 91,2% (Sandjaja,2009).
Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Bakteri Coliform memfermentasi laktosa oleh golongan bakteri E. Coli yang dapat membuat warna koloni bakteri menjadi berwarna hijau metalik atau merah (Dad, 2000). Banyaknya kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif terbentuknya asam dan gas.
Untuk menentukan bakteri Escherichia coli yang terdapat pada bahan, harus dilanjutkan dengan uji penegas dari koloni yang berwarna pada uji pendugaan diatas. Menurut litelatur, uji penegas dilakukan sebelum uji pelengkap dimana digunakan media (BGLBB) Brilliant Green Lactose BileBroth. Dimana pada media ini dapat terlihat fermentasi laktosa pada bakteri E.coli dengan terbentuknya asam dan gelembung. Namun, karena keterbatasan alat, pengujan ini tidak dilanjutkan.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan:
1.      Proses penanganan minimal pada produk sayur dan buah dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pencucian, sortasi, pengemasan dan penyimpanan disuhu dingin.
2.      Pengemasan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, mencegah rusaknya nutrisi/gizi pada bahan pangan, menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan serta meminimalisir reaksi enzimatis dan chilling injury
3.      Pendinginan bertujuan untuk mengurangi kegiatan respirasi pada sayur dan buah.
4.      Terjadi perubahan warna, aroma dan tekstur pada sayur dan buah setelah penyimpanan.
5.      Terdapat bakteri Coliform pada sampel wortel, terong, tomat, dan mentimun yang terlihat pada media EMB (media cair) dan media BGLBG (media padat).

DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S.,.1989. Analisis Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IPB.
Irawati , Santi (2008). Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Buah Pir(Pyrus communis L.) Secara In Vitro. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mediaagar. Eosin Methylene Blue Agar. Tersedia di http://eosinmethyleneblueagar.bravesites.com/. Diakses pada 08 Maret 2015.
Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Kompas. Jakarta. Hal. 107-108
Widiyanti, N.L.P.M. dan N.P. Ristanti. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1, April 2004 : 64 - 73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar