Iis
Sa’diah
PENENTUAN KADAR ABU PADA BAHAN PANGAN
ABSTRAK
Pengujian
kadar abu merupakan hal yang sangat penting pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya
suatu bahan pangan untuk di konsumsi ataupun diolah oleh masyarakat. Pengabuan
juga dilakukan untuk
menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan dan parameter
nilai gizi pada bahan makanan. Pengabuan pada bahan pangan dapat
dilakukan dengan analisa kadar abu menggunakan
metode kering.
Analisa kadar abu dengan metode kering dilakukan dengan mendestruksi
komponen organik bahan dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace)
pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan
dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara
bertindak sebagai oksidator. Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu
tinggi 5000-6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan
merupakan total abu dari suatu bahan. Sampel yang digunakan pada uji kadar abu
yaitu jambu, pisang, buncis, cabai,
pepaya, mangga, jambu dan melon. Hasil pengamatan, diketahui cabai
A memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 1,29%, sedangkan kadar air
terendah terdapat pada mangga B yaitu sekitar
0,23%. Faktor yang
menyebabkan perbedaan pada analisis kadar abu dengan sampel yang sama
disebabkan karena beberapa faktor seperti suhu dan waktu pengabuan. Selain
itu, proses pengabuan yang kurang lama menyebabkan warna abu yang kurang
sempurna atau masih ada warna hitam pada abu
sehingga menyebabkan hasil yang didapatkan kurang optimal. Kadar abu yang didapatkan dari hasil percobaan merupakan
jumlah mineral yang terkandung dalam sampel.
Kata Kunci : Pengabuan, Kadar Abu, Metode
Pengabuan Kering.
ABSTRACT
Testing the levels of ash is a very
important thing at some foodstuffs to find out whether or not a good food for
consumption or processed by the community. Pengabuan is also done to determine
the amount of mineral contained in foodstuffs and nutritional value of
parameter on groceries. Pengabuan on groceries can be done by using the method
of gray level analysis dry. Analysis of the levels of gray with dried method do
with the organic components of mendestruksi material with high temperature in a
furnace (furnace) pengabuan, without going on the flame to form white keabuan
gray and heavy fixed (constant) is reached. The oxygen contained in the air
acts as an oxidizing agent. The oxidation of the organic component is done at a
high temperature of 5000-6000C. The residue is weighed and left total ash of a
material. The sample used in the test the levels of ash that guava, banana,
beans, chili peppers, papaya, mango, guava and melon. The observations, A chili
pepper is known to have the highest levels of gray which is around 1.29%,
whereas the lowest water levels in Mango B which is around 0.23%. The factors
that lead to differences in levels of analysis with the same sample due to
several factors such as temperature and time pengabuan. In addition, the process
of pengabuan the less long cause a less than perfect color or black color is
still there on the ash thus causing the results obtained are less optimal. The
gray levels are obtained from the results of the experiment are the amount of
mineral contained in the sample.
Key
Words: Ashing, Gray Levels, Methods Of Pengabuan Dry.
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam setiap bahan pangan yang dikonsumsi,
terdapat kandungan mineral. Kandungan mineral tersebut dapat dianalisis dengan
cara pengabuan. Pengujian kadar abu merupakan hal yang sangat penting pada
suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya suatu bahan pangan untuk di
konsumsi ataupun diolah oleh masyarakat. Selain itu, pengabuan juga dilakukan
untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan dan
parameter nilai gizi pada bahan makanan (Irawati,2008).
Kadar abu dari suatu bahan
menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Aprilianto,
1988). Mineral itu sendiri terbagi menjadi 4, yaitu:
1. Garam organik: garam-garam asam malat, oksalat, asetat,
pektat
2. Garam anorganik: garam fosfat, karbonat, klorida,
sulfat, nitrat
3. Senyawa komplek: klorofil-Mg, pektin-Ca,
mioglobin-Fe, dll
4. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung macam bahan dan cara pengabuannya.
Pengabuan merupakan proses suatu pemanasan bahan
dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis
terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang
disebut abu.
Kandungan abu dan komposisinya pada suatu bahan
pangan, tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuan yang dilakukan. Terdapat
dua macam pengabuan yaitu cara langsung (kering) dan cara basah (tidak
langsung). Kedua cara tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan
masing-masing. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat organik pada
suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal, sedangkan
cara basah dilakukan dengan memebrikan penambahan senyawa tertentu pada bahan
yang akan diabukan seperti gliserol.
Oleh
karena itu, penentuan kadar abu sangat penting untuk dilakukan pada bahan hasil
pertanian untuk menganalisis komponen mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian.
Pada praktikum analisis kadar abu ini, praktikan menganalisis kadar abu bahan
pangan menggunakan metode kering. Caranya adalah dengan mendestruksi komponen organik contoh
dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi
nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan)
tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator.
Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 500-6000C.
Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu bahan (Fauzi, 2006).
1.2 Manfaat
Manfaat adanya analisa kadar abu
yaitu,
1. Menentukan baik tidaknya suatu
pengolahan, misalnya dalam penggilingan gandum, apabila masih banyak katul atau
lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang
tinggi
2. Mengetahui jenis bahan yang
digunakan, penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan
buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat
dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3. Penentuan parameter nilai gizi pada
bahan makanan, adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang
4.
cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
5.
Mengethui
kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. (Irawati , 2008)
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini yaitu:
1.
Mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan
hasil pertanian
2.
Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil
pertanian dengan metode pengabuan kering.
II.
METODE
PENELITIAN
2.1 Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pengujian kadar abu yaitu,
cawan porselen, kompor
listrik, talenan, pisau, tanur, oven, neraca analitic, penjepit dan desikator.
Bahan yang
digunakan yaitu jambu pisang,
buncis, cabai, pepaya, mangga, jambu dan melon.
2.2 Sema kerja
Prosedur kerja untuk menganalisis kadar
abu pada bahan pangan yaitu menggunakan metode analisis berdasarkan AOAC, 1995.
Menyiapkan dan membersihkan sampel yang akan dianalisis. Sementara itu, cawan
poreselen di oven selama 1 jam dengan suhu 1050C kemudian di desikator
selama 15 menit untuk menstabilkan kelembapan dan di timbang sebagai a gram. Selanjutnya,
Tambahkan sampel yang telah dipotong menjadi bagain-bagian kecil kedalam cawan
poreselen. Kemudian sampel yang berada di cawan diarangkan di sebuah kompor
listrik hingga tidak mengeluarkan asap. Cawan porselen berisi sampel yang sudah
diarangkan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 6000C selama 6 jam
hingga proses pengabuan sempurna. Cawan porselen berisi abu dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (d). Tahapan ini dilakukan hingga mencapai bobot yang
konstan.
Oven
(T=1050C,1 jam)
|
Desikator
(15 menit)
|
Timbang
(a)
|
Haluskan
|
Timbang
|
Cawan
+ sampel
|
Dibakar
sampai tidak berasap
|
Tanur
(6000C , 6 jam), Timbang
|
Desikator
(15 menit)
|
Hitung
kadar abu
|
Cawan
porselen
|
Sampel
|
Timbang
|
Hasil
|
Gambar 1.
Diagram alir Kadar abu
Kadar abu
dihitung dengan rumus:
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Data pengujian kadar air dari beberapa
sampel bahan pangan
Kelompok
|
Sampel
|
Berat
cawan (a)
|
Sampel
|
Cawan
+ sampel (d)
|
Ulang
(d')
|
Kadar
abu (%)
|
Pembulatan
|
1
|
Pisang
A
|
18,7138
|
5,1095
|
18,7475
|
|
0,65955573
|
0,66
|
8
|
Pisang
B
|
21,5157
|
5,0915
|
21,5584
|
21,5595
|
0,860257292
|
0,86
|
2
|
Buncis
A
|
12,0737
|
5,0003
|
12,1001
|
|
0,527968322
|
0,53
|
9
|
Buncis
B
|
11,8546
|
5,0671
|
11,8793
|
11,8791
|
0,483511279
|
0,48
|
3
|
Cabai
A
|
21,4632
|
5,0039
|
21,5263
|
21,5282
|
1,29898679
|
1,3
|
10
|
Cabai
B
|
18,9964
|
5,0305
|
19,0538
|
|
1,141039658
|
1,14
|
4
|
Pepaya
A
|
13,3527
|
5,0363
|
13,3756
|
13,3757
|
0,456684471
|
0,46
|
11
|
Pepaya
B
|
11,3517
|
5,0041
|
11,3731
|
11,3749
|
0,463619832
|
0,46
|
5
|
Mangga
A
|
20,2789
|
5,0638
|
20,2948
|
|
0,313993444
|
0,31
|
12
|
Mangga
B
|
19,8603
|
5,0739
|
19,8721
|
|
0,232562723
|
0,23
|
6
|
Jambu
A
|
11,8619
|
5,0902
|
11,8779
|
11,8782
|
0,320223174
|
0,32
|
13
|
Jambu
B
|
12,8269
|
5,0618
|
12,8434
|
12,8426
|
0,310166344
|
0,31
|
7
|
Melon
A
|
13,8489
|
5,2791
|
13,8659
|
|
0,322024588
|
0,32
|
14
|
Melon
B
|
12,1178
|
5,0059
|
12,1337
|
|
0,317625202
|
0,32
|
3.2 Pembahasan
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik. Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan
dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis
terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang
disebut abu. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan
cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral
dalam bahan tersebut
(Muchtadi ,1989).
Abu adalah zat organik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik.
Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu
sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke
dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja (Susi, 2013).
Kadar abu merupakan campuran dari
komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur itu
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam
proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena
itulah disebut sebagai kadar abu. Yang termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat.
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan
komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan
sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Zahro, 2013).
Metode
kadar abu yang dilakukan pada praktikum ini yaitu menggunakan metode pengabuan
kering. Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan
dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam
suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di
dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total
abu dari suatu sampel (Andarwulan, 2011).
Sampel
yang digunakan pada metode pengabuan kering yaitu jambu, pisang, buncis, cabai, pepaya, mangga, jambu dan melon. Sampel
tersebut ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih berdasarkan sifat
bahan yang akan dianalisis. Dalam praktikum ini, cawan yang digunakan
untuk sampel adalah cawan porselen. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke
dalam tanur dengan suhu mencapai 500ºC hingga diperoleh berat konstan. Besarnya
berat abu dihitung dengan cara mengurangi selisih berat akhir dikurang berat
awal cawan kemudian dibagi dengan berat awal bahan kemudian dikali seratus
persen. Setelah 4 jam proses tanur, kemudian menunggu suhu tanur sampai 100ºC
karena suhu sebelumnya sangat panas yaitu sekitar 500º agar sampel bisa
diambil, kemudian dimasukkan ke desikator. Tujuan dimasukkan ke desikator
adalah untuk menjaga berat konstan karena desikator akan menyerap air sehingga
berat sampel tetap stabil. Kemudian dilakukan penimbangan.
Menurut lieteratur,
pada saat pengabuan ada komponen volatil yang hilang yaitu unsur-unsur Na, S,
Cl, dan P. Kadar abu yang didapatkan adalah kadar abu atau mineral total yang
terdapat dalam suatu bahan, tetapi tidak diketahui zat atau senyawa apa saja
yang terkandung dalam bahan tersebut.
Berdasarkan hasil
pengamatan, diketahui bahwa cabai A memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 1,29%.
Sedangkan sampel pisang
A sekitar 0,66, pisang B sekitar 0,86%, buncis A sekitar 0,53%, buncis B
sekitar 0,48%, cabai B sekitar 1,14%, pepaya A sekitar 0,46%, pepaya B sekitar
0,46%, mangga A sekitar 0,31%, jambu A sekitar 0,32%, jambu B sekitar 0,31%,
melon A sekitar 0,32%, melon B sekitar 0,32% dan
diurutan kadar terendah ada mangga B sekitar 0,23%.
Menurut
literatur karangan Sudarmadji (2010), kandungan kadar abu pada buah yaitu maksimal
sekitar 0,2 – 0,8 %
sedangkan kandungan kadar abu pada sayuran yaitu sekitar 1%. Secara keseluruhan
hasil pengamatan pada sampel buah yang telah praktikan lakukan sesuai dengan
litelatur, namun untuk sampel cabai A dan cabai B hasilnya diatas 1% (tidak
sesuai dengan litelatur). Perbedaan kadar abu pada sayuran kemungkinan
disebabkan oleh kesalahan dalam praktikum, seperti ketidaktelitian praktikan
baik dalam penimbangan, maupun saat penumbukan bahan (belum halus atau homogen
secara sempurna), sehingga diperoleh kadar abu yang melebihi standar atau bisa
jadi karena kurang berfungsinya desikator, desikator kurang menyerap uap air
yang kembali masuk ke bahan, karena saat pendinginan tanur dibuka sedikit.
Kemungkinan ketika tanur dibuka uap air yang ada di udara menempel kembali ke
bahan.
Selain
itu, terdapat perbedaan kadar abu pada sampel yang sama, perbedaan tersebut bisa jadi disebabkan karena
proses pendahuluan terehadap cawan dan sampel, proses pengabuan, serta faktor
yang berhubungan dengan teknik pengabuan yang menyebabkan perbedaan kehilangan
jumlah zat volatil yang ada pada sampel (Rukmana,2004).
Kadar
abu dalam bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu
merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar
abu yang didapatkan dari hasil percobaan tersebut merupakan jumlah mineral yang
terkandung dalam sampel. Kadar yang dihasilkan bergantung pada beberapa faktor
yaitu ketelitian dalam perhitungan, berat awal sampel dan berat cawan. Adapun
jika terdapat perbedaan, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor seperti
jenis bahan, suhu, dan waktu pengabuan. Selain
itu, proses pengabuan yang kurang lama menyebabkan warna abu yang kurang
sempurna atau masih ada warna
hitam pada abu sehingga menyebabkan hasil yang didapatkan kurang optimal.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1.
Cara menganalisis kadar abu suatu bahan pangan
dengan metode pengabuan kering, dilakukan dengan mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu
tinggi dalam tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk
abu berwarna putih keabuan dan tercapai berat konstan.
2.
Dari
ketujuh bahan yang digunakan, diketahui cabai A
memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 1,29%. Sedangkan sampel yang
memiliki kadar air terendah yaitu mangga B sekitar 0,23%. Secara keseluruhan hasil pengamatan
pada sampel buah sesuai dengan litelatur, namun untuk sampel cabai A dan cabai
B hasilnya berbeda dengan litelatur yaitu diatas 1%.
4.2 Saran
Saran
yang dapat diberikan setelah hasil kadar abu yaitu saat pengujian diharapkan mahasiswa dapat lebih
serius dalam proses pengerjaannya sehingga kesalahan dalam proses pengujian
dapat diminimalisir, seperti ketelitian saat penimbangan, penumbukan bahan
ataupun pengabuan. Ketika
memindahkan cawan, harus selalu menggunakan gegep agar lemak dari tangan yang
mungkin menempel pada cawan tidak ikut tertimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis
Pangan. Bogor: IPB-press
Fauzi, M. 2006. Analisa
Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.
Hilma.2014.Kadar air dan kadar abu.Universitas Jenderal Soedirman:Purwakarta.
Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU
1.Diploma IV PDPPTK VEDCA.Cianjur
Jalip, IS. 2008.
Praktikum Kimia Organik, Edisi kesatu. Laboratorium Kimia Universitas Nasional.
Jakarta
Muchtadi ,D. 1989. Petunjuk Laboratorium
: Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud-Dirjen dikti , PAU Pangan dan Gizi.
IPB : Bogor
Rukaman, Rahmat.2004.Bayam Bertanam dan Pengolahan Pasca Panen. Yogyakaarta: Kanisius
Sudarmadji dkk.2004.ProsedurAnalisa
Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberti: Yogyakarta
Winarno, F.G.
2004. KIMIA PANGAN DAN GIZI . PT
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan kadar abu
Untuk menghitung kadar abu pada bahan pangan
digunakan rumus
Kadar abu (%)
=
x 100%
·
Pisang ( kelompok 1 & 8)
Kelompok ( 1 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,659
Kelompok (8) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,860
·
Buncis (kelompok (2 & 9)
Kelompok ( 2 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,527
Kelompok ( 9 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,483
·
Cabai (kelompok 3 & 10)
Kelompok 3 à kadar abu (%) =
x
100% = 1,298
Kelompok 10 à kadar abu (%) =
x
100% = 1,141
·
Papaya ( kelompok 4 & 11)
Kelompok ( 4 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,456
Kelompok ( 11 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,463
·
Mangga (kelompok 5 & 12)
Kelompok ( 5 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,313
Kelompok 12 à kadar abu (%) =
x
100% = 0,232
·
Jambu ( kelompok 6 & 13)
Kelompok ( 6 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,320
Kelompok ( 13 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,310
·
Melon ( kelompok 7 & 14)
Kelompok ( 7 ) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,322
Kelompok ( 14) à kadar abu (%) =
x
100% = 0,376
Foto Pengamatan
Pengecilan bahan
|
|
|
Saat
pemasukkan sampel kedalam oven
|
Saat
proses pengarangan
|
Pemasukkan sampel kedalam desikator
|
Saat
pemasukkan sambel kedalam tanur
|
|
|
Penimbangan
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar