I.
TEORI
A. Teknologi Pengolahan Minimal (Minimally
Procesing)
Proses minimum (minimally processed ) produk hortikultura merupakan
usaha penyiapan dan penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alaminya
dan lebih mudah digunakan oleh konsumen. Tujuan utama proses minimum produk hortikultura adalah
mempertahankan kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi dan menjamin umur
simpan produk memadai untuk areal konsumen tertentu. Penyiapan dan penanganan
produk tersebtu meliputi pembersihan (cleaning ),
pencucian (washing ), trimming/peeling,coring, slicing, shredding
dan pengemasan. Beberapa istilah digunakan untuk proses minimum produk
hortikultura, seperti proses ringan (lightlyprocessed), proses sebagian ( partially processed ), proses segar ( fresh processed ), dan
proses awal (preprepared).
Berkembangnya proses minimum produk hortikultura disebabkan oleh
kebutuhan masyarakat akan produk buah-buahan dan sayuran segar yang lebihmudah
untuk digunakan maupun dikonsumsi. Beberapa contoh produk prosesminimum yang
dijumpai di pasaran adalah potongan buah yang dikemas (satu jenis maupun
campuran), durian yang sudah dikupas, kentang yang sudah dikupasdan
dipotong-potong, potongan sayuran, bawang putih yang sudah dikupas, dan produk
lainnya.
Produk proses minimum banyak dijumpai di pasar-pasar swalayan,
rumah
makan
cepat saji (salad dan buah-buahan), dan jasa catering. Meningkatnya permintaan
akan produk hortikultura segar memberi pengaruh pada meningkatnya pasar akan
produk proses minimum.
Proses minimum berdampak pada meningkatnya perishabilitas produk
hortikultura, sehingga diperlakukan teknik-teknik penanganan proses minimum
untuk memperpanjang umur simpan produk. Untuk peningkatan sanitasi, penyiapan
dan penanganan produk hortikultura dengan proses minimum memerlukan pengetahuan
mengenai ilmu dan teknologi pangan dan fisiologi pasca panen
(Semadi Antara, Nyoman : 2007).
B.
Faktor-Faktor Penyebab
Kerusakan Mutu Buah dan Sayur
Kerusakan buah dan sayur telah dimulai sejak buah dan sayur
tersebut dipanen. Penyebab utama kerusakan buah dan sayur adalah:
1.
Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme
2.
Aktivitas enzim dalam buah dan sayur
3.
Suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah
4.
Udara khususnya oksigen
5.
Kadar air dan kekeringan
6.
Cahaya
7.
Serangga, parasit serta pengerat.
Pengawetan buah dan sayur pada dasarnya adalah tindakan untuk
memper-kecil atau menghilangkan faktor-faktor perusak tersebut. Setelah
dipanen buah dan sayur tetap melakukan fisiologis sehingga dapat disebut
sebagai jaringan yang masih hidup. Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan buah
dan sayur akan terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya
dapat diperlambat sampai batas tertentu.
Tahap akhir dari perubahan
pasca panen adalah kelayuan untuk produk nabati atau pembusukan pada
produk hewani.
Susut “losses” kualitas dan
kuantitas buah dan sayur terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi. Besarnya susut sangat tergantung pada jenis dan cara penanganannya selepas panen.Untuk
mengurangi susut ini petani/pedagang harus mengetahui factor biologis dan lingkungan
yang berpengaruh terhadapterjadinya kerusakan dan menguasai teknik penanganan
pasca panen yang dapatmenunda kelayuan atau kebusukan dan menjaga kualitas pada
tingkatan tertentuyang mungkin dicapai. Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah
pemanenan, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan dimana produk pertanian
tersebut disimpan. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada
bahan seperti buah-buahan dan sayuran adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan
factor morfologis/anatomis. Factor lain juga penting untuk diperhatikan yaitu
menghindarkan komoditi terhadap suhu atau cahaya yang berlebihan dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Mutu merupakan konsep yang sangat luas, yakni
karakteristik-karakteristik yang ada pada suatu produk yang menjadi penentu
terhadap penerimaan konsumen atas suatu produk (Pardede, 2005), tetapi secara singkat dikatakan mutu adalah karakteristik yang tepat sesuai dengan keinginankonsumen.
Khususnya untuk buah dan sayur segar, dan sekaligus pada buah dan sayur olahan
minimalis, komponen mutu yang menjadi perhatian utama konsumen antara lain
penampilan secara visual, tekstur yang berhubungan dengan apa yang diindera di
mulut (mouthfeel), rasa khususnya yang berhubungan dengan rasa dan aroma-,
kandungan gizi dan faktor keamanan bila dikonsumsi (Lin &Zhao, 2007; Lozano, 2006).
Dari segi sensoris, konsumen
lebih menitikberatkan pada pertimbangan warna, flavor, dan tekstur. Ketiganya
merupakan karakteristik sayuran yang berhubungan erat dengan kondisi fisiologi
bahan dan kondisi mikrobiologis pada bahan. Demikian juga halnya
dengan kandungan gizi serta keamanan pada buah dan sayur olahan minimalis
erat hubungannya dengan kondisi mikrobiologi bahan.
C.
Penyimpanan Buah dan Sayur Olahan Minimalis dalam Lingkungan Atmosfir
Termodifikasi
Dalam penyimpanannya makanan buah dan sayur olahan
minimalis biasanya dikemas dalam keadaan tertutup dalam kemasan yang
semipermiabel. Secara umum pengemasan dalam atmosfir termodifikasi (modified atmosphere; MA) adalah
teknologi pengemasan di mana kondisi atmosfir sekeliling produk berbeda dengan
komposisi normal udara (Francis et al.,
1999). Bahan pengemas yang biasa digunakan adalah berbagai lapisan tipis
(plastik polimer) yang permiabel. Dalam hal produk pengemasan buah dan sayuran
olahan minimalis, komposisi udara/gas dalam kemasan termodifikasi oleh masih
berlangsungnya proses respirasi oleh jaringan buah/sayuran, yang dikenal dengan
modifikasi atmosfir pasif. Tergantung pada aktifitas respirasi, temperatur
penyimpanan dan karakteristik permiabilitas dari bahan pengemas, kondisi
atmosfir sekeliling produk akan mengalami suatu titik equilibrium. Kondisi ini akan efektif dalam menghambat
mekanisme pembusukan, sekaligus mempengaruhi proses respirasi itu sendiri. Pengemasan atmosfir termofikasi yang aktif,
yakni dengan mengatur komposisi gas dalam kemasan dengan konsentrasi tertentu
juga umum dilakukan dalam pengemasan olahan minimalis (Lozano, 2006). Metoda
modifikasi atmosfir aktif akan berpengaruh terhadap harga.
Dalam kemasan yang demikian, buah ataupun sayuran
masih melakukan respirasi yang dengan sendirinya masih melakukan modifikasi
atmosfir di lingkungan kemasan. Kandungan gas-gasnya berobah, misalnya: Oksigen
dari 21% menjadi 2–5%, sedangkan
karbondioksida (CO2) dari 0,03% meningkat menjadi 3–10%. Komposisi
udara yang terbentuk ini akan memperlambat respirasi, memperlambat dan menurunkan perkembangan
mikroflora, serta menunda kematangan fisiologis. Akan tetapi, apabila komposisi udara/gas O2
dan CO2 di luar toleransi dari suatu bahan/produk tertentu, kondisi
ini akan mendorong terjadinya respirasi anaerobik yang menghasilkan aroma dan
flavor yang tidak menyenangkan serta kondisi fisiologis yang tidak baik. Pada
prakteknya MA juga dapat dikombinasikan dengan pemberian gas nitrogen.
Tingkat kesegaran lebih sering dinilai dari segi
penampilan, yakni dengan melihat warna, tekstur serta flavor/aroma. Konsumen
telah memiliki asosiasi warna tertentu dengan suatu produk segar tertentu.
Padahal selama proses penanganan dan penyimpanan berlangsung proses penuaan
pada bahan sayur/buah yang telah dipanen memperlihatkan penurunan kualitas
warna hijau akibat kehilangan klorofil, sedang dari segi tekstur terlihat
kelayuan yang dapat berlanjut hingga kebusukan.Hong and Kim (2004) yang
meneliti daun bawang (Allium fistulosum)
olahan minimalis menunjukkan bahwa perubahan warna terutama disebabkan oleh
hilangnya klorofil khususnya pada bagian daun dan bagian batang, yang
ditunjukan dengan naiknya nilai L (lightness)
serta menurunnya nilai H (nilai hue)
dengan pemeriksaan menggunakan alat pengukur warna. Ditambahkan bahwa meskipun proses pencoklatan
(browning) menyumbang terhadap
penurunan nilai warna daun bawang tetapi faktor hilangnya warna hijau merupakan
faktor yang dominan. Sementara Goris dkk. (1994), menemukan bahwa pengemasan
dengan kondisi hampa tingkat sedang (moderate
vacuum) pada kemasan polyetilene 80 µm dapat menurunkan reaksi pencoklatan enzimatik seperti yang
terjadi pada lettuce pada penyimpanan 5oC selama 10 hari. Sementara
pada produk kol cina yang dikemas PD961 (polyolefin type film, dengan ketebalan
50 μm), kondisi oksigen rendah dan karbondioksida yang tinggi dapat menghambat
penurunan mutu, khususnya yang diakibat reaksi pencoklatan (Kim, 1999).
Adanya cahaya dapat menghambat kehilangan klorofil
sekaligus menghambat penurunan tingkat warna hijau pada buah dan sayuran.
Penelitian menunjukkan bahwa ketahanan klorofil akan lebih baik pada kol yang
disimpan pada cahaya dengan intensitas rendah dibandingkan dengan pada bahan
pembanding yang disimpan pada kondisi tanpa cahaya. Pencahayaan juga
berhubungan dengan kondisi pertukaran gas pada bahan serta proses buka-tutupnya
stomata, yang akan mempengaruhi proses
kehilangan air dari bahan sekaligus kehilangan berat bahan. Selain itu buka
tutupnya stomata serta besarnya pertukaran gas akan mempengaruhi respirasi.
Penelitian Cervera dkk (2007) menunjukkan bahwa
respirasi pada awal penyimpanan berlangsung sangat intens dimana komposisi gas
pada kemasan brokoli yang dikemas mengunakan polypropilene 35 µm pada kondisi
gelap total menunjukkan bahwa setelah 3 hari penyimpanan kandungan O2
mencapai 1,8% sedangkan CO2 mencapai 17,8%. Kondisi ini menekan proses
respirasi untuk memperlambat lajunya, dan pada hari ke-11, ditemukan kondisi
atmosfir yang hampir sama dengan atmosfir normal. Kondisi gelap 20 jam dan
diikuti 4 jam pemaparan terhadap cahaya fluoresence, dapat memperpanjang
intensitas respirasi hingga hari ke-15, dan pada kondisi terpapar cahaya
sepanjang penelitian menunjukkan kondisi dapat dipertahankan hingga hari ke-15
penyimpanan. Kol bunga (Cauliflower)
yang disimpan dalam kondisi total tanpa cahaya menunjukkan penurunan kualitas
warna.
Cahaya memberi kontribusi besar karena terjadi
penurunan kualitas warna, khususnya pada permukaan dimana terjadi pemotongan.
Pemaparan produk terhadap cahaya selama penyimpanan, baik secara
berkesinambungan maupun terputus mengakibatkan penurunan kualitas warna yang
semakin cepat (Cervera dkk, 2007).
Semakin tinggi permiabilitas dari plastik film semakin cepat penurunan
mutu warna terjadi, khususnya di daerah permukaan potongan.
Meskipun sesungguhnya cahaya dapat mendorong
terjadinya sintesa klorofil tetapi kondisi lanjutan dimana O2
menurun dan konsentrasi CO2 yang naik menyebabkan deterioration dari
klorofil berlangsung lebih cepat. Tingginya CO2 juga menyebabkan
terjadinya reaksi pengasaman pada sitoplasma sel dan kondisi ini mendorong
semakin cepatnya pengobahan klorofil menjadi phoephytines. Demikian halnya
akumulasi etilene yang terjadi pada kemasan permiabilitas rendah mendorong
degradasi klorofil dan hilangnya warna hijau. Rendahnya permiabilitas di satu
pihak dapat menekan penurunan kualitas warna tetapi di sisi lain O2
yang sangat rendah dan tingginya konsentrasi CO2 mendorong
terjadinya penurunan tekstur yang cepat serta terbentuknya bau tidak normal (off-odour) yang lebih cepat.
D.
Penyimpanan
Dingin
Sistem pengemasan MA dikombinasikan dengan
penyimpanan dingin merupakan praktek penyimpanan yang umum dilakukan pada
makanan siap konsumsi Penyimpanan dingin
sangat dianjurkan karena dapat menekan laju degradasi enzimatik yang
mengakibatkan pelunakan jaringan buah dan sayuran, mengurangi laju kehilangan
air yang mengakibatkan kelayuan, menurunkan laju pertumbuhan mikroorganisma,
serta menurunkan laju produksi etilen (Lozano, 2006).
Penyimpanan dingin untuk produk buah dan sayur
olahan minimalis, umumnya dilakukan pada temperatur 2 – 5 oC dan
dibawah pengawasan yang ketat. Lebih jauh, seharusnya dalam outlet-outlet makanan,
cepat saji olahan minimalis seperti salad juga harus disimpan pada kisaran
temperatur tersebut. Faktor temperatur penyimpanan ini sangat menentukan
kondisi mikrobiologis produk olahan minimalis karena memengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme pada sayuran siap konsumsi seperti ditemukannya populasi
mikroorganisma mesophylic yang meskipun sangat rendah pada chicory.
Perlu menjadi perhatian, bahwa temperatur yang
dipakai/ditetapkan dapat menahan perkembangan jenis bakteri pembusuk yang
aerobik (karena oksigen berkurang). Tetapi karena sebagian diantaranya adalah
kompetitor (pesaing) alami dari mikroflora patogen (penyebab penyakit),
sehingga tertahannya pertumbuhan bakteri pembusuk aerobik justru menjadi
peluang perkembangan mikroflora yang patogen akibat hilangnya pesaing. Dalam
penampakannya bisa saja tidak terjadi indikasi kebusukan tetapi sudah ditumbuhi
bakteri patogen.
Pengemasan MA akan memperpanjang masa simpan, yang
berarti pula memperpanjang waktu yang tersedia untuk mikroflora patogen untuk
tumbuh dan berkembang sehingga penyimpanan yang melewati batas waktu akan
menyebabkan kenaikan populasi yang cukup nyata. Meskipun level oksigen (2 –5 %)
di dalam kemasan (pada suhu 4oC) normalnya dapat menghambat mikroba
yang obligat anaerob Clostridium botulinum,
tetapi jika terjadi kenaikan temperatur ekstrim keadaan bisa menjadi anaerob
sebagai akibat dari kenaikan laju respirasi. Ini menciptakan kondisi yang cocok
untuk pertumbuhan dan produksi toksin oleh Clostridium
botulinum. Sebagai catatan, penggunaan N2 pada pengemasan MA
menurunkan respirasi tetapi dapat mendorong pertumbuhan Listeria.
E. Media EMB (Eosin Methylene Blue) Agar
Media Eosin Methylene Blue Agar adalah
hasil modifikasi dari Levine M. (1918-1921) yang digunakan untuk
diferensiasi Escherichia coli dan Enterobacteria
aerogenes, untuk identifikasi cepat dari Candida albicans, dan
untuk identifikasi Staphylococcus koagulase-positif.
Media yang sudah jadi dirumuskan secara spesifik
oleh APHA (American Public Health Association)
(1970-1992). Media ini dibuat dan dirumuskan dengan tujuan untuk mendeteksi dan
membedakan mikroorganisme dari kelompok bakteri coliform.
F.
Karakteristik Media Eosin Methylene Blue Agar
Media EMB Agar agar yang
memiliki karakteristik sebagai berikut :
Ø Berdasarkan sifat
fisiknya media EMB Agar merupakan media padat atau solid karena mengandung agar
sekitar 15g /liter sehingga setelah dingin media akan menjadi padat.
Ø Berdasarkan kandungan
bahannya media EMB Agar merupakan media sintetis karena komposisinya tersusun
dari bahan-bahan kimia yang telah diketahui komposisinya secara pasti.
Ø Berdasarkan tujuan
pembuatannya media EMB Agar merupakan media selektif diferensial untuk
menubuhkan bakteri gram negatif dari golongan Enterobacteriaceae.
Ø Media EMB Agar yang
masih berupa serbuk memiliki warna ungu berbentuk serbuk dan media yang sudah
jadi berwarna ungu gelap dengan konsistensi padat.
Ø Berdasarkan
jenisnya media EMB Agar merupakan media plate, karena dicetak di dalam
petridisk steril.
Ø Media EMB Agar
memiliki pH asam yaitu pH 6.8 ± 0,2.
G.
Fungsi Media Eosin Methylene Blue Agar
Secara umum media EMB
agar adalah media isolasi untuk membedakan bakteri Enterobacteriaceae. EMB
Agar adalah media yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri
coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar ini mempunyai
keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan mikroba yang
memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa,
dan Salmonella.
Mikroba yang
memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan
kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak
berwarna. Fungsi dari eosin dan metilen blue membantu mempertajam perbedaan
warna. Namun demikian, jika media ini digunakan pada tahap awal, kuman lain bisa
juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp.
Hal ini dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk
mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli. Media
ini berbentuk padat berguna untuk menjaga sel tidak berpindah tempat sehingga
akan mudah dihitung dan dipisahkan jenisnya ketika tumbuh menjadi koloni. Media
padat juga menampakkan difusi hasil metabolit bakteri sehingga memudahkan dalam
pengujian suatu hasil metabolit.
H.
Komponen Media EMB Agar
Komposisi
dari EMB Agar secara umum terdiri dari sumber nutrisi atau zat makanan dan
komposisi media pertumbuhan. Salah satu media EMB Agar yang diproduksi oleh
pabrik yang biasa digunakan di laboratorium adalah media EMB Agar dengan merk
Oxoid CM0069, terdiri dari komponen :
Peptone
:
10.0 g/L
Lactose
:
10.0 g/L
Dipotassium hydrogen
phosphate : 2.0 g/L
Eosin
: 0.4 g/L
Methylene blue
: 0.065 g/L
Agar
: 15.0 g/L
I.
BGLBB (Brilliant Lactose Bile Broth)
Brilliant Green Lactose Bile Broth adalah salah satu
dari media mikrobiology yang banyak digunakan untuk mendeteksi bakteri coliform
dalam air bersih, air limbah, makanan , susu dan produk olahan susu.Media yang
dibuat berdasarkan standar American Public Health Association ( APHA ) untuk
identifikasi presumptive dan uji konfirmasi bakteri coliform. Media ini juga
direkomendasikan oleh Komite ISO untuk enumerasi coliform menggunakan metoda
Most Probable Number (MPN). Peptic digest dari animal tissue akan menghasilkan
bahan nutrient yang penting. Lactose adalah karbohydrate yang dapat difermentasi.
Fermentasi lactose menghasilkan asam yang merubah warna brilliant green menjadi
kuning. Gas yang dihasilkan selama fermentasi akan terperangkap dalam tabung
durham. Pembentukan gas ini merupakan konfirmasi akan adanya bakteri coliform.
Bakteri Gram positive yang membentuk spora dapat memproduksi gas jika proses
penghambatan oleh empedu atau brilliant green diperlemah oleh reaksi tertentu
dengan bahan bahan dalam sampel makanan. Ox Gall menghambat bakteri gram
postive sedangkan bakteri gram negatif akan dihambat oleh brilliant green.
II. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan
dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui
proses penanganan minimal pada produk sayur dan buah
2. Mengetahui
keamanan mikrobiologi dari produk olahan minimal sayur dan buah
III. ALAT DAN BAHAN
No.
|
Alat
|
Bahan
|
1.
|
Pisau
|
Mentimun
|
2.
|
Telenan
|
Tomat
|
3.
|
Timbangan
|
Apel
|
4.
|
Loyang
|
Pakcoy
|
5.
|
Oven
|
Wortel
|
6.
|
Baskom
|
Terong ungu
|
7.
|
Tampah
|
|
8.
|
Gelas ukur
|
|
9.
|
Serok
|
|
IV. PROSEDUR PRAKTIKUM
a.
Pengolahan
Minimal Sayur dan Buah
b.
Pengamatan
Mikroorganisme Pada Buah dan Sayur Menggunakan Nutrient Agar
c.
Menyiapkan
12 tabung yang telah berisi masing-masing 10 mL Brilliant Green Lactose
Bile (BGLB) Broth dengan tabung durham didalamnya (dibagi 3 kelompok
masing-masing 3 buah tabung sebagai control sterilitas, positif dan negative)
|
Memasukkan
masing-masing 1 ml air steril atau 1 ml kultur E.coli atau kultur S.
aureus ke dalam 3 buah tabung sisa yang telah berisi BGLB sebagai control
sterilitas, positif dan negative.
|
Memasukkan 1 ose inokulum dari
tiap-tiap tabung hasil uji presumptive test menghasilkan uji positif ke
dalam tiap-tiap tabung media BGLG.
|
Semua tabung di
inkubasi pada suhu 35-37 ± 0,5oC selama 48 jam. Mengamati
terbentuknya gas pada tabung Durham dalam waktu 24-48 jam lalu dicatat
hasilnya. Kemudian di inkubasi lagi (24 jam sisanya) pada tabung yang
tidak berbentuk gas (negative)
|
Menginterpretasi
hasil positif jika media keruh dan terbentuk gas (harus kedua-duanya).
Menginterpretasi hasil negative jika terdapat pertumbuhan dan tidak terbentuk
gas.
|
Menghitung kisaran
konsentrasi Coliform (MPN/mL) dengan menghitung tabung positif kemudian
cocokkan dengan table MPN berdasarkan dari perhitungan uji dugaan.
Perkiraan konsentrasi yang didapat adalah penegasan adanya Coliform.
|
V. Hasil Pengamatan
No
|
Bahan
|
Perubahan Fisik
|
Gambar
|
1
|
Pakcoy
|
·
Warna: Lebih hijau
·
Tekstur: lembek
·
Aroma: Aroma lebih khas bau daun
|
|
2
|
Pakcoy
|
·
Warna : lebih hijau
·
Tekstur :lunak
·
Aroma : tidak beraroma
|
|
3
|
Wortel
|
·
Warna: lebih memudar dari sebelumnya, ada bulatan hitam yang terdapat
pada sebagian kulit wortel, serta terdapat bintik warna coklat
·
Tekstur: lebih lunak
·
Aroma:pekat
|
|
4
|
Wortel
|
·
Warna: lebih memudar dari sebelumnya, ada bulatan hitam yang terdapat
pada sebagian kulit wortel, serta redapat bintik warna coklat
·
Tekstur: lebih lunak
·
Aroma:pekat
|
|
5
|
Terong ungu
|
·
Warna: kecoklatan, serta terdapat bintik coklat .
·
Tekstur: sedikit melunak.
·
Aroma:terong segar
|
|
6
|
Terong ungu
|
·
Warna: kecoklatan, serta terdapat bintik coklat .
·
Tekstur: lapisan luar kering, dan sedikit keriput, serta ada uap dari
kemasan.
·
Aroma: seperti awal.
|
|
7
|
Apel
|
·
Warna: putih kecoklatan.
·
Tekstur: menyusut.
·
Aroma: tidak setajam sebelumnya.
|
|
8
|
Apel
|
·
Warna: lebih coklat.
·
Tekstur: sedikit melunak.
·
Aroma: tidak setajam sebelumnya, namun masih beraroma apel.
|
|
9
|
Tomat
|
·
Warna: terdapat bulatan hitam pada permukann kulit, warna merah
sedikit lebih pekat dibandingkan sebelumnya.
·
Tekstur: lebih lunak, dibeberapa bagian tingkat kelunakannya melebihi
kelunakan pada bagian lain
·
Aroma: tomat segar
|
|
10
|
Tomat
|
·
Warna: pada tomat yang pertama,warna merah yang tidak terlalu merata,
dibeberapa sisi masih ada yang berwarna hijau, serta warna merahnya sedikit
lebih pekat dibanding sebelumnya. Sedangkan tomat yang kedua warna merahnya
tidak merata.
·
Tekstur:, tomat yang pertama teksturnya melunak dan ada bagian yang
telah rusak, tomat yang kedua teksturnya tetap membaik.
|
|
11
|
Mentimun
|
·
Warna: warna permukaan agak menguning, warna bagian dalam masih tampak
segar
·
Tekstur:bagian tengah agak melunak, bagian ujung mengerut.
·
Aroma:mentimun segar
|
|
12
|
Mentimun
|
· Warna:sedikit terjadi pencoklatan, pada bagian ujung permukaan, pada kemasan terdapat uap
air
· Tekstur: tekstur melunak, kulit
menjadi keriput
·
Aroma: segar, karena pendinginan
|
|
No
|
Bahan
|
Media
|
Hasil
|
1
|
Pakcoy
|
EMB (Eosyin Metylen Blue)
|
Negatif (-)
Jumlah koloni:
|
2
|
Pakcoy
|
BLBG (Brilian Green Lactose
Broth)
|
Tabung durham: 2 tabung keruh (positif) tdk ada gelembung . 1 tidak
keruh dan tdk bergelembung (negatif)
|
3
|
Wortel
|
EMB (Eosyin Metylen Blue )
|
Positif (+)
|
4
|
Wortel
|
BLBG (Brilian Green Lactose
Broth)
|
Positif (+)
|
5
|
Terong ungu
|
EMB (Eosyin Metylen Blue)
|
Positif (+)
|
6
|
Terong ungu
|
BLBG (Brilian Green Lactose
Broth)
|
Positif (+)
|
7
|
Apel
|
EMB (Eosyin Metylen Blue )
|
Positif (+)
|
8
|
Apel
|
BLBG (Brilian Green Lactose
Broth)
|
Negatif (-)
|
9
|
Tomat
|
EMB (Eosyin Metylen Blue )
|
Positif (+)
|
10
|
Tomat
|
BLBG
|
Pengamatan hari pertama negatif
(-)
Pengamatan hari ke dua positif (+)
|
11
|
Mentimun
|
EMB (Eosyin Metylen Blue )
|
Positif (+)
|
12
|
Mentimun
|
BLBG (Brilian Green Lactose
Broth)
|
Positif (+)
|
VI.
PEMBAHSAN
Praktikum kali ini,
kami melakukan praktikum mengenai Penanganan Minimal pada sayur dan buah.
Pengolahan minimal (minimal processing)
bertujuan untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih
dalam keadaan segar (Irawati , Santi (2008).).
Pada praktikum ini,
dilakukan pengamatan terhadap karakteristik sensori sayur dan buah dan
pengamatan mikroorganisme pada sayur dan buah menggunakan nutrient agar. Sampel
yang digunakan dalam pengamatan yaitu pakcoy, wortel, terong ungu, apel, tomat
dan mentimun.
Pertama-tama, tahap
yang dilakukan yaitu pencucian bahan. Pencucian ini bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang terdapat dalam bahan. Selanjutnya yaitu membuang
bagian sayur dan buah yang tidak diinginkan dan pemotongan bahan untuk
mempermudah pengamatan. Kemudian bahan dikemas menggunakan styrofoam dan
ditutup menggunakan cling wrap dan
disimpan di refrigerator selama satu
minggu. Pengemasan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan, mencegah rusaknya nutrisi/gizi pada bahan pangan, menjaga dan menjamin
tingkat kesehatan bahan pangan serta meminimalisir reaksi
enzimatis dan chilling injury
sehingga kesegaran produk dapat terjaga. Sedangkan perlakuan pendinginan
bertujuan untuk mengurangi kegiatan respirasi dan proses metabolisme
yang lain, memperlambat proses penuaan (aging) dan proses pematangan (ripening),
mengurangi kehilangan air, yang berarti memperlambat proses pelayuan serta
mengurangi kerusakan karena aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain.
Karakteristik
Sensori Sayur dan Buah
Berdasarkan hasil
pengamatan, diperoleh hasil yang berbeda dari setiap sampel bahan baik dari
segi warna, tekstur ataupun aroma.
Adapun perubahan warna yang terjadi
yaitu pada sampel pakcoy timbul warna yang lebih hijau, pada tomat warnanya
menjadi lebih merah dan pada mentimun warnanya menjadi agak kekuningan,
sedangkan pada wortel warnyanya sedikit memudar. Perubahan perbedaan warna pada buah-buahan disebabkan oleh adanya pigmen yang pada
umumnya dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu klorofil, anthosianin,
flavonoid dan karotenoid. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya produksi etilen pada sayur dan buah. Etilen
adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana (C2H4)
berupa gas yang berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen
dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara
fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L) (Wills
et al., 1988). Pembentukan pigmen pada sayur dan
buah dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan kandungan karbohidrat. Namun, untuk sampel
terong dan apel warnanya menjadi kecoklatan. Hal ini dapat terjadi karena
adanya rekasi enzimatis, dimana pada sampel terong dilakukan perlakuan
pemotongan yang menyebabkan sel menjadi terbuka sehingga akan
memfasilitasi bercampurnya enzim-enzim dengan substrat yang segera akan memicu
reaksi biokimia dalam sel.
Perubahan
tekstur pada sayur dan buah umumnya mengalami pelunakan setelah penyimpanan. Hal
ini disebabkan karena terjadinya perubahan
komposisi dinding sel yang menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga
kekerasan buah menurun. Dimana terjadinya tekanan dari isi sel terhadap
dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Isi sel dapat
membesar karena menyerap air dari sekelilingnya. Oleh karena itu turgor
berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan) sel-sel parenkima dan dengan
demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan. Jika air di dalam sel
berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas.
Aroma yang dihasilkan
setelah penyimpanan pada umumnya mengalami perubahan. Pada umumnya, aroma dari
setiap sampel menjadi menyusut. Sebagian besar buah-buahan dan sayuran segar
akan mengalami penurunan aroma selama penyimpanan disuhu rendah. Perubahan
aroma tersebut disebabkan karena aktivitas mikroba. Hal ini disebabkan pula
akibat senyawa volatil yang menguap ketika sayur dan buah mengalami respirasi.
Sedangkan untuk sampel wortel aroma yang dihasilkan justru semakin khas. Hal
ini disebabkan karena senyawa volatil yang dipertahankan oleh wortel walaupun
disimpan dalam suhu rendah.
Beberpa hal yang harus
diperhatikan dalam pengolahan minimal sayur dan buah, dinataranya:
·
Bahan baku yang digunakan memiliki mutu
yang baik, tidak cacat, keragaman minimal dengan varietas yang jelas.
·
Proses dilakukan dalam kondisi higienis,
dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice) dan sistem HACCP (Hazard
Analytical Critical Control Point) secara ketat.
·
Proses preparasi dilakukan di suhu
rendah.
·
Pembersihan dan pencucian dilakukan
secara hati-hati, sebelum dan sesudah pengupasan.
·
Air pencuci yang digunakan bermutu baik
(sensori, mikrobiologis, pH) dan memenuhi standar air minum
·
Penggunaan sedikit aditif pada waktu
pencucian sebagai desinfektan dan sebagai pencegah browning.
·
Proses pengeringan setelah pencucian
harus dilakukan dengan hati-hati.
·
Pengupasan, pemotongan dan pengirisan
harus dilakukan dengan hati-hati.
·
Penggunaan kemasan yang tepat.
·
Penggunaan suhu dan kelembaban yang
tepat selama penyimpanan, distribusi dan penjualan (display) produk.
Pengamatan
Mikroorganisme Pada Sayur dan Buah
Pada pengamatan
mikroorganisme sayur dan buah, media yang digunakan yaitu media EMB (Eosin Methylen Blue) dan
BGLB (Briliant Green Lactose Broth).
EMB Agar adalah media
padat yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri Coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar ini mempunyai
keistimewaan yaitu mengandung laktosa yang berfungsi untuk membedakan mikroba
yang memfermentasikan laktosa seperti S.
aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa
menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan
mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna.
BGLB (Briliant
Green Lactose Broth) adalah salah satu dari media mikrobiologi yang banyak
digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform
dalam air bersih, air limbah, makanan , susu dan produk olahan susu. Media BGLB
digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform
(Gram negatif). Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan
menggiatkan pertumbuhan bakteri Coliform.
Ada atau tidaknya bakteri ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang
disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan Coliform.
Berdasarkan
hasil pengamatan dan perhitungan, diketahui terdapat perbedaan jumlah koloni
bakteri yang tumbuh pada setiap sampel.
Pakcoy
|
Wortel
|
Terong Ungu
|
Apel
|
Tomat
|
Mentimun
|
Koloni bakteri yang
paling banyak terdapat pada sampel mentimun yaitu 90 koloni, sedangkan untuk
sampel wortel 53 koloni, pada tomat 6 koloni dan yang paling sedikit terdapat
pada apel yaitu 1 koloni. Bakteri yang diduga terdapat pada sampel merupakan bakteri
Coliform. Perbedaan jumlah koloni
pada setiap sampel tersebut dapat diakibatkan karena perbedaan kualitas air
pada sayur dan buah, sebagaimana menurut Friedheim (2001) yang menyatakan
semakin sedikit kandungan Coliform,
artinya kualitas air semakin baik. Dapat terlihat koloni yang paling banyak
terbentuk adalah pada sampel mentimun. Hal tersebut karena kadar air mentimun
96% jika dibandingkan dengan kadar air wortel yaitu sebesar 91,2%
(Sandjaja,2009).
Bakteri Coliform adalah
bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Bakteri Coliform memfermentasi laktosa oleh
golongan bakteri E. Coli yang dapat
membuat warna koloni bakteri menjadi berwarna hijau metalik atau merah (Dad,
2000). Banyaknya kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung
yang menunjukkan reaksi positif terbentuknya asam dan gas.
Untuk
menentukan bakteri Escherichia
coli yang terdapat pada bahan, harus dilanjutkan dengan uji penegas dari
koloni yang berwarna pada uji pendugaan diatas. Menurut litelatur, uji penegas
dilakukan sebelum uji pelengkap dimana digunakan media (BGLBB) Brilliant Green Lactose BileBroth. Dimana pada
media ini dapat terlihat fermentasi laktosa pada bakteri E.coli dengan terbentuknya
asam dan gelembung. Namun, karena
keterbatasan alat, pengujan ini tidak dilanjutkan.
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat
disimpulkan:
1. Proses
penanganan minimal pada produk sayur dan buah dilakukan melalui beberapa
tahapan, yaitu pencucian, sortasi, pengemasan dan penyimpanan disuhu dingin.
2. Pengemasan
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, mencegah
rusaknya nutrisi/gizi pada bahan pangan, menjaga dan menjamin tingkat kesehatan
bahan pangan serta meminimalisir reaksi enzimatis dan chilling injury
3. Pendinginan
bertujuan untuk mengurangi kegiatan respirasi pada sayur dan buah.
4. Terjadi
perubahan warna, aroma dan tekstur pada sayur dan buah setelah penyimpanan.
5. Terdapat bakteri Coliform pada sampel wortel, terong,
tomat, dan mentimun yang terlihat pada media EMB (media cair) dan media BGLBG
(media padat).
DAFTAR
PUSTAKA
Fardiaz,
S.,.1989. Analisis Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
IPB.
Irawati
, Santi (2008). Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol
Oksidase Buah Pir(Pyrus communis L.) Secara In Vitro. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mediaagar.
Eosin Methylene Blue Agar. Tersedia
di http://eosinmethyleneblueagar.bravesites.com/.
Diakses pada 08 Maret 2015.
Sandjaja. 2009.
Kamus Gizi. Kompas. Jakarta. Hal. 107-108
Widiyanti,
N.L.P.M. dan N.P. Ristanti. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada
Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3
No 1, April 2004 : 64 - 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar